Thursday, March 11, 2010

Dust in the Wind

kelas gue pasca G30S Pdg



Suatu siang cerah, angin berhembus begitu kencangnya dan menerbangkan dedebuan, nyaris membutakan mata.

Nama blog ini memang Gadis Negri Debu. Hanya saja kali ini, debu yang menjadi perhatian berbeda dengan sang debu yang selama ini menemani hidup gue.

Beberapa hari yang lalu, gue cuman mendapatkan teriknya matahari yang panasnya menyengat sampai keubun-ubun disiang hari dan dingin yang menusuk tulang di malamnya. Sungguh, pancaroba kah sekarang?

Hari ini, matahari tidak terlalu bersemangat menyinari Kota Padang. Awan bergumpalanlah yang senantiasa menaungi langit kota. Sedangkan matahari hanya bisa mengintip dibaliknya. Angin yang berhembus menjadi pelengkap.

Kehadiran sang angin begitu gue syukuri awalnya. Karna suasana kelas yang biasanya panas dan pengap sejenak berganti menjadi sejuk dan damai. Sesuatu yang ga bakal gue rasain dikelas lama yang sejuknya buatan (AC). Jilbab pramuka yang gue kenakan berkibar bak bendera merah-putih saat upacara bendera.

Semakin lama, sang angin makin menampakkan eksistensinya. Hembusannya yang awalnya sepoy-sepoy dan damai mulai berubah ganas dan mengerikan. Tak kenal ampun, menerbangkan semua hal yang dilaluinya, debu, kertas,sampah sampai tong sampah.

Membuat tirai bambu penghambat sinar matahari dan hujan masuk ke kelas berkibar dengan agresif. Berayun ke depan ke belakang dengan gerakan yang ga seirama. Bukan sesuatu yang indah gue rasa, cuman terlihat eksotis. Awalnya bergerak menjauhi dinding kelas (baca: triplek dan jaring-jaring tipis), meliuk-liuk diudara dan sesaat kemudian menghembaskan tubuhnya dengan sekuat tenaga ke triplek tak berdosa itu, lalu 'dum'. Menciptakan suara ribut yang mengagetkan seisi kelas. Ini bukan perkara 1 tirai bambu, namun berlusin-lusin tirai yang menaungi 9 kelas darurat yang dibangun dilapangan sekolah gue. Dan bagaimana hasilnya? tepat, suasana bising,gaduh dan berisik memenuhi semua kelas. Otomatis, konsentrasi buyar.

Untuk berkonsentrasi dikelas yang hanya berbatasan triplek dimana tak ada pintu dan jendela untuk meredam suara bising dari luar saja sudah susah. Apalagi ditambah suara dentuman-dentuman tirai-tirai bambu itu. Sulit.

Berjam-jam proses PBM gue berusaha memusatkan konsentrasi. Ditambah lagi, ada ulangan matematika bab limit. Namun semua itu bisa gue lalui.

Jam pulang sekolah, gue ada tugas extra buat nempel beberapa foto kartini muda (karmud) dan hatta muda (hatmud) di mading sekolah. Perkara tempel-menempel ini tidak menjadi soal buat gue. Yang jadi masalah, anginnya itu lo. Membuat artikel-artikel dan gambar-gambar yang tertempel disana copot karna kaca pentupnya gue buka. Nambah lagi satu kerjaan, merapikan tempelan mading. Tapi finally, semuanya teratasi :)

Ternyata ga cuman dust in the wind. Tapi juga garbage in the wind dan bamboo curtains in the wind

5 comments:

aurora said...

andai saya ada disana, saya juga akan ikut merusuh, persetan dengan proses belajar mengajar, mana bisa belajar kalau angin langsung mengacaukannya??
namun sekali lagi, andai saya ada disana....

Tywity said...

ahahaha, sayangnya kamu tak ada disana waktu itu.

aku juga ingin merusuh, tapi ga kuat ngelawan rusuhnya angun rif :P ahahaha

Yulia Rahmawati said...

Ih iyaaaaaa
kemaren anginnya supeeeeeer kenceeeeeeng
gak nahan boooooo

aku kan jilbabnya gak pake anak tuh
jadi jilbab aku udah nempeeeel aja bagian depannya ke jidat
gak mau berdiri
terus bagian belakangnya
wuutt,,wutt...
udah ke depan2 aja
hehehhe

thx for commenting back at my blog
btw I have new post at my blog
come...comee...

kisskiss ;-*
YULIA RAHMAWATI
http://ladyulialogy.blogspot.com/

proton11 said...

hahahahhaha...sungguh kontras sekali keadaan kalian dgn keadaan saya....disini saya bisa nyaman belajar di temani angin sepoy lembut dari AC hahahahahhaha!

Yulia Rahmawati said...

halo
makasi udah mampir lagi di blog yulia..

kamu SMS berapa si???